Keberhasilan pengembangan industri kendaraan listrik Indonesia sangat bergantung pada permintaan dalam negeri, perbedaan harga antara kendaraan listrik (EV) dan Non EV serta ketersediaan infrastruktur EV dan pemeliharaan purna jual, kata seorang pejabat senior pemerintah.

“Negara-negara seperti Jepang, Jerman, dan Italia memiliki kebutuhan domestik yang cukup sehingga industri kendaraan listrik mereka dapat bertahan,” kata Agus Cahyana, Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada Jumat, 5 Juli 2024.

“Jepang misalnya, dapat mengekspor industri otomotifnya, tetapi permintaan domestiknya kuat, yakni 4-5 juta mobil listrik. Pabrik kendaraan listrik mereka hanya memperlakukan pasar ekspor mereka sebagai pelengkap,” ujarnya.

Setelah permintaan domestik meningkat, Indonesia perlu menarik lebih banyak investasi di sektor kendaraan listrik. Untuk menarik lebih banyak investor, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Salah satunya adalah perbedaan harga antara kendaraan listrik dan non-kendaraan listrik. Pemerintah telah mengeluarkan keputusan presiden pada tahun 2019 untuk mengatasi masalah tersebut guna memperbaiki pasar.

Selain masalah harga, pemerintah perlu memberikan perlakuan yang sama terhadap kendaraan berbahan bakar fosil dan kendaraan listrik. Pemerintah perlu menyediakan infrastruktur seperti stasiun pengisian daya dalam ekosistem kendaraan listrik.

“Tidak mungkin industri otomotif seperti Hyundai bisa menyediakan infrastruktur EV di semua kota. Jadi harus ada kerja sama antara Hyundai dengan pihak lain. Untuk saat ini, kita perlu memikirkan stasiun pengisian daya kecil, seperti gerai PERTAMINI untuk penjualan bahan bakar eceran, atau stasiun pengisian daya mini,” kata Agus.

Setelah harga dan ekosistem, pemerintah perlu mengembangkan layanan purna jual dan metode pembelian.

“Yang perlu dipikirkan adalah masyarakat bisa membeli kendaraan listrik dengan cara mencicil. Sama persis dengan sistem pembayaran untuk pembelian non-EV. Masyarakat bisa mendapatkan sepeda motor dengan membayar uang muka hanya Rp 500.000,” kata Agus.

“Oleh karena itu, untuk ikut berpartisipasi dalam transisi energi, dan mengurangi emisi CO2, Indonesia perlu memberikan perlakuan yang sama terhadap kendaraan listrik,” pungkasnya.

Sumber