Mantan kepala eksekutif Garuda Indonesia (GA, Jakarta Soekarno Hatta) dijatuhi hukuman delapan tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar (USD61.200) minggu lalu setelah sidang korupsi di Jakarta. Emirsyah Satar, Direktur Utama Garuda antara tahun 2005 dan 2014, mendengar kabar buruk itu di Pengadilan Negeri Pusat pada tanggal 27 Juni. Ia juga diperintahkan membayar ganti rugi sebesar USD86,4 juta atau menjalani hukuman tambahan empat tahun.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Satar dan sejumlah mantan pejabat Garuda lainnya telah merugikan keuangan negara. Secara spesifik, mereka menyebut Satar telah menyerahkan pengadaan pesawat rahasia rencana untuk Soetikno Soedarjo, seorang penasihat komersial yang mewakili kepentingan ATR – Pesawat Angkutan Daerah Dan Bombardier AerospaceSoedarjo, yang menerima hukuman penjara enam tahun minggu lalu, menyerahkan rencana tersebut kepada Bombardier.

Emirsyah juga secara sepihak mengubah kapasitas tempat duduk dalam rencana pengadaan dari 70 menjadi 90 kursi tanpa melalui persetujuan direksi. Garuda milik negara itu akhirnya membeli Pesawat ATR 72-600s (dioperasikan oleh anak perusahaan Citilink) Dan CRJ1000ERs, yang keduanya bukan pesawat berukuran tepat untuk kebutuhan maskapai. Garuda mengalami kerugian sebesar USD609 juta akibat mengoperasikan pesawat tersebut.

Ini merupakan kali kedua Satar berurusan dengan pengadilan Indonesia terkait praktik pengadaan pesawat terbangnya. Pada tahun 2020, dalam kasus yang juga dilimpahkan ke KPK dan melibatkan Soedarjo, ia dijatuhi hukuman enam tahun penjara dalam perkara korupsi dan pencucian uang. Dalam perkara sebelumnya, ia ditemukan menerima suap dari Soejarno saat menjabat sebagai Direktur Utama konglomerat Mugi Rekso Abadi, sebagai imbalan atas kontrak pengadaan Garuda. Satar juga ditemukan menerima suap dari Rolls Royce-nya Dan Pesawat Airbus selama proses pengadaan. Selama proses praperadilan Dalam persidangan terakhir, kuasa hukum Satar berpendapat bahwa masalah-masalah tersebut saling terkait dan perilaku yang melanggar hukum telah ditangani dalam persidangan pertama. Argumen itu akhirnya terbukti tidak berhasil.

Sumber