Baca dalam Bahasa Indonesia

Ketika suami Doreen Biehle meninggal, situasi kehidupannya menjadi tidak menentu.

Biehle, yang berasal dari Amerika Serikat, bertemu dengan suaminya yang berkewarganegaraan Indonesia, Widjanarko, ketika mereka belajar di Filipina pada tahun 1980an.

Mereka menikah dan pindah ke Indonesia, tempat dia membeli rumah di Bogor, sekitar 60 kilometer selatan Jakarta.

Orang asing tidak dapat memiliki tanah di Indonesia, namun mereka dapat membeli properti melalui perjanjian sewa untuk jangka waktu 30 tahun dengan opsi untuk memperbaruinya selama 30 tahun lagi.

Untuk tinggal di Tanah Air, mereka juga membutuhkan sponsor dan harus memperpanjang izin tinggal tetapnya setiap lima tahun.

Ketika suami Biehle meninggal pada tahun 2003, dia kehilangan sponsornya.

Meskipun dalam beberapa tahun terakhir dia disponsori oleh yayasan tempat dia bekerja, undang-undang telah berubah.

Dia sekarang membutuhkan anggota keluarga dekat untuk mensponsori dia jika dia ingin tetap tinggal di negara ini – dan tetap tinggal di rumahnya.

Jika tidak, dia harus menyerahkan propertinya kepada pemerintah.

“Tanpa pasangan atau anak, hal ini menjadi sulit,” kata Biehle.

Sekelompok orang menghadap kamera di ruang tamu.

Doreen dan keluarga besarnya selama masa-masa bahagia di rumah dia mungkin harus segera pergi.(Disediakan oleh: Doreen Biehle)

Biehle mengatakan semua permasalahannya bisa diatasi jika Indonesia mengizinkan kewarganegaraan ganda.

Berjuang untuk kewarganegaraan ganda

Biehle adalah salah satu dari banyak orang asing di Indonesia yang memperjuangkan hak kewarganegaraan ganda karena undang-undang seputar tempat tinggal, pekerjaan, dan warisan telah membuat banyak orang berada dalam ketidakpastian.

Setelah pindah ke negara itu puluhan tahun lalu, dia berharap undang-undang pada akhirnya akan berubah.

“Saya pikir, pasti… kewarganegaraan ganda akan muncul,” katanya.

“Dan kemudian kita bisa menempatkan (rumah itu secara permanen) atas nama saya atau nama kita berdua dan kemudian akan aman.

“Tapi di sinilah kita.”

Sumber