JAKARTA, Indonesia–KPU secara resmi mendeklarasikan Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih dalam sebuah upacara pada hari Rabu, setelah pengadilan tertinggi negara tersebut menolak gugatan atas kemenangan telak yang diajukan oleh dua calon presiden yang kalah.

Subianto, yang saat ini menjabat Menteri Pertahanan, memenangkan pemilu dengan perolehan 58,6% suara, atau lebih dari 96 juta surat suara, dua kali lipat jumlah yang diperoleh salah satu dari dua kandidat lainnya. Namun para pesaingnya menuduh bahwa kemenangannya bergantung pada penipuan skala besar dan campur tangan negara secara luas.

Pihak berwenang memblokir jalan-jalan menuju kompleks Komisi Pemilihan Umum, tempat lebih dari 4.200 polisi dan tentara dikerahkan. Mengenakan kemeja putih lengan panjang berwarna senada, Subianto dan wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka melambai kepada pendukungnya saat tiba di gedung.

“Perlombaan telah selesai… persaingan yang ketat, yang terkadang disertai perdebatan sengit, telah berakhir,” kata Subianto dalam upacara tersebut, yang dihadiri oleh elit politik negara, termasuk kandidat saingannya Anies Baswedan dan pasangannya Muhaimin Iskandar. “Dan kini rakyat kita menuntut para pemimpin politik harus bekerja sama dan berkolaborasi demi kesejahteraan rakyat serta mengentaskan kemiskinan dan korupsi di Indonesia,” kata Subianto.

Subianto akan mulai menjabat pada bulan Oktober, menggantikan Joko Widodo, presiden pertama Indonesia yang berasal dari luar elit Jakarta.

Komisi Pemilihan Umum mengesahkan hasil pemilu pada tanggal 20 Maret, namun upacara deklarasi resmi ditunda menyusul adanya tantangan hukum dari kandidat saingannya, mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan dan mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang berusaha untuk membatalkan hasil pemilu dan menuntut pemungutan suara ulang.

Mereka juga menuduh adanya nepotisme, yang menantang pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo, Raka, sebagai calon wakil presiden Subianto.

Baswedan dan Pranowo berpendapat bahwa Raka, 37, seharusnya didiskualifikasi karena usia minimum calon adalah 40 tahun, dan mereka meminta pengadilan untuk melarangnya melakukan pemungutan suara ulang. Sebelum pemilu, Raka diberikan pengecualian kontroversial terhadap persyaratan tersebut oleh Mahkamah Konstitusi, yang saat itu dipimpin oleh Anwar Usman, saudara ipar Widodo. Usman kemudian terpaksa mengundurkan diri sebagai hakim agung karena gagal mengundurkan diri.

Dalam keputusan dengan perbandingan 5 banding 3, Mahkamah Konstitusi menolak argumen tersebut pada hari Senin, dengan mengatakan bahwa tim hukum dari kandidat yang kalah telah gagal membuktikan tuduhan bahwa kemenangan Subianto adalah hasil dari penipuan yang meluas. Putusan itu tidak dapat diajukan banding.

Kasus ini diputuskan oleh delapan hakim agung, bukan oleh pengadilan yang beranggotakan sembilan orang, karena Usman, yang masih bertugas di pengadilan sebagai hakim asosiasi, harus mengundurkan diri.

Baswedan dan Iskandar mengakui dan mengucapkan selamat kepada Subianto dan Raka tak lama setelah keputusan Mahkamah Konstitusi dibacakan pada hari Senin, dengan mengatakan bahwa mereka berkomitmen untuk menjaga prinsip peralihan kekuasaan secara damai dan bahwa “kami memilih untuk menjadi bagian dari terus membangun kualitas bangsa Indonesia. demokrasi.”

Pranowo dan cawapresnya, Mohammad Mahfud pun turut mengucapkan selamat kepada Subianto.

“Kami menerima dan menghormati sepenuhnya keputusan Mahkamah Konstitusi,” kata Pranowo, “Suka atau tidak suka, harus kita terima karena sudah final, sah, dan mengikat.”

Sebagai komandan lama pasukan khusus Kopassus di Indonesia, Subianto diberhentikan dari militer pada tahun 1998 setelah tentara Kopassus menyiksa aktivis yang menentang diktator Suharto, ayah mertuanya. Dia tidak pernah diadili dan dengan keras menyangkal keterlibatannya, meskipun beberapa anak buahnya diadili dan dihukum.

Dia mengasingkan diri di Yordania sebelum kembali dan mendirikan Partai Gerindra pada awal 2008.

Di masa lalu, ia bekerja sama dengan kelompok Islam garis keras untuk melemahkan lawan-lawannya dan sebelumnya mengajukan tiga pencalonan untuk menjadi presiden, dan dua kali gagal menantang kekalahannya dari Widodo.

Penolakan Subianto untuk menerima hasil pemilihan presiden tahun 2019 menyebabkan kekerasan yang menyebabkan sembilan orang tewas di Jakarta, namun ia bergabung dengan kabinet setelah Widodo menawarinya jabatan kementerian pertahanan dalam upaya untuk bersatu.



Sumber