2 April 2024
JAKARTA – Inflasi naik menjadi 3,05 persen tahun-ke-tahun (yoy) pada bulan Maret, menyusul berlanjutnya kenaikan harga pangan utama di seluruh negeri di tengah periode perayaan Ramadhan, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan pada hari Senin.
Angka yang dicapai pada bulan Maret ini adalah pertama kalinya sejak September tahun lalu inflasi meningkat di atas 3 persen. Namun, angka tersebut masih berada dalam target Bank Indonesia (BI) yaitu antara 1,5 dan 3,5 persen pada tahun ini.
Penjabat Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan inflasi bulan Maret merupakan lonjakan dari 2,8 persen yoy yang tercatat pada bulan sebelumnya. Dia mengaitkan tren ini sebagian besar disebabkan oleh kenaikan harga beras, ayam, dan cabai di tengah peningkatan permintaan selama Ramadhan, yang dimulai pada 12 Maret.
“Tingkat inflasi bulanan pada Maret 2024 relatif lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya dan bulan yang sama tahun lalu,” kata Amalia.
Secara bulanan, telur juga menyumbang inflasi signifikan pada Maret ini bersama ayam dan nasi.
Amalia menambahkan, tertundanya musim tanam menyebabkan harga beras naik karena faktor lain seperti fenomena cuaca El Niño dan pembatasan ekspor beras di pasar global sejak tahun lalu.
Secara keseluruhan, BPS mencatat bahwa harga bahan pangan yang berfluktuasi mengalami kenaikan sebesar 10,3 persen yoy pada bulan Maret ini, melanjutkan kenaikan sebesar 8,47 persen yoy yang tercatat pada bulan sebelumnya.
Tren ini semakin menjauh dari target BI, menyusul niat bank sentral untuk mempertahankan kenaikan tahunan harga bahan pangan yang bergejolak (volatile food) di bawah 5 persen pada tahun ini.
Baca juga: Harga pangan yang bergejolak melonjak 8,47 persen menjelang Ramadhan
Selain komoditas pangan, data BPS menunjukkan tembakau dan emas menjadi penyumbang inflasi terbesar keempat dan kelima pada bulan Maret.
Ekonom pemberi pinjaman swasta Danamon, Irman Faiz, melihat lonjakan inflasi hanya bersifat sementara, karena ia mengaitkannya dengan peningkatan permintaan musiman selama Ramadhan dan menjelang Idul Fitri.
“Tekanan harga mungkin melambat pada bulan April, bertepatan dengan musim panen mendatang,” kata Irman dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, seraya menambahkan bahwa ia memperkirakan inflasi akan bertahan sekitar 3 persen yoy dari bulan Maret hingga April.
Pemberi pinjaman memproyeksikan Indonesia akan mempertahankan inflasi pada 2,9 persen yoy pada akhir tahun ini, dengan mempertimbangkan moderasi biaya input yang berkelanjutan, yang akan menjaga inflasi inti tetap terkendali sepanjang tahun, kata Irman.
Baca juga: BI mempertahankan suku bunga, proyeksi The Fed tidak berubah
Andry Asmoro, kepala ekonom di Bank Mandiri, mengatakan bahwa transportasi biasanya berkontribusi terhadap inflasi yang lebih tinggi selama bulan Ramadhan, namun pada bulan Maret, sektor ini hanya mengalami inflasi sebesar 0,99 persen yoy, karena penurunan harga tiket pesawat.
Kepala ekonom pemberi pinjaman swasta Bank Permata, Josua Pardede, mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Senin bahwa mungkin ada risiko bahwa inflasi tinggi dalam jangka pendek dapat berkepanjangan.
Diperkirakan akan berkurang secara bertahap seiring dengan berkurangnya permintaan musiman di bulan Mei dan meredanya dampak El Nino, namun tekanan inflasi yang lebih besar mungkin akan muncul pada paruh kedua tahun ini.
“Di sisi lain, tekanan yang lebih besar mungkin datang dari penerapan cukai pada minuman manis dan plastik,” kata Josua.
Josua memproyeksikan inflasi akan berada pada angka 3,08 persen yoy pada akhir tahun ini, naik dari 2,81 persen yoy pada tahun lalu.
Para analis memperkirakan inflasi Indonesia akan tetap berada dalam target BI yaitu antara 1,5 dan 3,5 persen tahun ini, yang telah direvisi turun oleh bank sentral dari antara 2 dan 4 persen dalam beberapa tahun terakhir.
Hal ini diyakini akan memberi BI lebih banyak ruang untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga pada semester kedua tahun ini, yang sudah berada pada angka 6 persen sejak Oktober tahun lalu.
Namun, Irman dari Danamon mengatakan BI akan memangkas suku bunganya hanya jika Federal Reserve Amerika Serikat melakukan pemotongan, terlepas dari mempertimbangkan makroekonomi dalam negeri.
Source link
1712072010