2 April 2024
JAKARTA – Kementerian Keuangan telah menyatakan keraguannya bahwa kesepakatan periklanan sektor publik akan memberikan banyak manfaat dalam menjamin keberlanjutan perusahaan media di Indonesia.
Kementerian ini menanggapi perintah presiden untuk memfokuskan anggaran periklanan pemerintah pada pers lokal dibandingkan pada platform digital.
Sementara itu, pakar media mengatakan bahwa dukungan pemerintah melalui peraturan dan pengaturan anggaran adalah suatu keharusan untuk memastikan persaingan yang setara di pasar periklanan yang saat ini didominasi oleh platform teknologi global, dan kegagalan untuk melakukan hal ini dapat mengakibatkan kegagalan perusahaan media lokal dan media. kurangnya jurnalisme berkualitas tinggi di negara ini.
Pada bulan Februari, Presiden Joko “Jokowi” Widodo menandatangani peraturan hak penerbit, yang bertepatan dengan perayaan Hari Pers Nasional, setelah tertunda selama berbulan-bulan akibat terhentinya negosiasi antara penerbit dan platform digital. Peraturan tersebut mengharuskan platform teknologi untuk membuat kesepakatan dengan perusahaan media dalam bentuk lisensi berbayar, bagi hasil, atau berbagi data.
Presiden mengakui pada saat itu bahwa platform-platform besar mungkin memilih untuk tidak mendukung kebijakan tersebut dan malah membatasi layanan mereka di negara tersebut, seperti yang terlihat dalam tanggapan mereka terhadap perubahan legislatif di Australia dan Kanada.
“Saya telah memerintahkan Menteri Komunikasi dan Informatika untuk memprioritaskan perusahaan media (daripada platform digital) dalam belanja iklan pemerintah. Ini bisa menjadi buffer jangka pendek,” kata Jokowi.
Forum Pemimpin Redaksi, yang mewakili perusahaan media lokal, berpendapat bahwa dukungan negara dalam bentuk kesepakatan periklanan untuk perusahaan media memiliki semangat yang sama dengan persyaratan kandungan lokal (TKDN) untuk industri manufaktur.
“Misalnya, pemerintah dapat mengalokasikan antara 20 hingga 30 persen anggaran periklanan kementerian dan badan usaha milik negara (BUMN) ke media lokal,” kata Kemal Gani, ketua dewan penasehat Forum Pemimpin Redaksi, dalam sebuah acara. turut dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi di Jakarta, Rabu.
Menanggapi hal tersebut, Sri Mulyani menjelaskan, ketika memasang iklan di media apa pun, lembaga pemerintah memperhatikan cara mengkomunikasikan programnya kepada masyarakat secara efektif. Selain surat kabar, portal berita online, televisi dan radio, hal ini juga dapat melibatkan media sosial.
“Jika jumlah penonton (konten kami) di media sosial meningkat, akan sangat sulit (untuk tetap menggunakan media tradisional). Kita mungkin tetap memasang iklan di (media tradisional), tapi jumlahnya mungkin sangat kecil,” kata Sri Mulyani.
Ia menunjukkan bahwa keberlanjutan media tradisional merupakan masalah yang lebih mendasar dibandingkan masalah yang dapat diselesaikan dengan mengalokasikan lebih banyak uang untuk periklanan. Ia menyarankan penerbit juga fokus pada aspek lain, seperti kemampuan mereka membuat konten menarik untuk audiens muda, serta profil pelanggan yang mendetail.
“Jika kita memberikan dana iklan (kepada perusahaan media tradisional) selama satu atau dua tahun, tetapi (perusahaan) media tersebut tidak memiliki penonton, cepat atau lambat perusahaan tersebut akan tetap mati,” dalihnya.
Juru Bicara Kementerian BUMN Arya Sinulingga mengatakan, kebutuhan BUMN dalam melakukan sosialisasi semakin meningkat setiap tahunnya. Namun, untuk menyasar khalayak luas, mereka juga memanfaatkan platform digital asing selain media tradisional.
Baca juga: Jokowi menandatangani peraturan yang mewajibkan Google dan Meta membayar berita
Mencegah lebih banyak korban jiwa
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Sasmito Madrim memperingatkan bahwa kerugian pendapatan yang signifikan yang disebabkan oleh keberatan platform digital terhadap peraturan hak penerbit dapat menyebabkan PHK di industri media dan penutupan beberapa outlet, sementara “subsidi” melalui anggaran iklan pemerintah dapat menyebabkan dampak buruk. cara bagi pelaku media lokal untuk melawan ancaman tersebut.
“Jika pemerintah masih menganggap perusahaan media sebagai pilar keempat demokrasi, maka mereka patut khawatir. Entitas pemerintah, yang sebagian besar didanai oleh pembayar pajak, harus mendistribusikan kembali uang tersebut ke media lokal yang terverifikasi,” kata Sasmito Jakarta Post pada hari Kamis.
Selain memberikan dana periklanan kepada perusahaan media nirlaba, ia juga menyarankan agar pemerintah membuat dana abadi untuk memberikan hibah kepada lembaga nirlaba.
Sasmito berpendapat bahwa, di tengah gangguan yang ditimbulkan oleh media sosial, media tradisional adalah benteng terakhir melawan hoaks dan, jika dipertahankan, dapat mendukung literasi masyarakat dengan mendorong konsumsi konten jurnalistik berkualitas tinggi.
Dia mengatakan anggapan bahwa media tradisional kehilangan audiensnya tidaklah tepat, karena data dari Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menunjukkan jumlah pembaca meningkat selama pandemi.
“Artinya ada pergeseran perilaku masyarakat untuk lebih banyak membaca media arus utama. Masalahnya, meski pembacanya melonjak, pendapatannya terus menurun,” kata Sasmito.
Baca juga: Bagaimana sebuah komite berencana membuat raksasa digital bekerja sama dengan perusahaan media
Agus Sudibyo, mantan anggota Dewan Pers yang terlibat dalam penyusunan rancangan peraturan hak penerbit, sepakat bahwa dukungan pemerintah dalam bentuk belanja iklan diperlukan bagi industri media.
Ia mencatat bahwa mengalokasikan dana iklan ke media lokal berarti memberikan lebih banyak uang ke perekonomian dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja, sementara manfaat membelanjakan dana tersebut untuk platform digital asing hanya akan dirasakan oleh negara lain.
Agus juga menekankan bahwa dukungan pemerintah diperlukan untuk menyamakan kedudukan antara perusahaan media dan platform digital, yang telah mengganggu bisnis media besar seperti Waktu New York Dan Washington Post di Amerika Serikat.
“Jadi, persoalannya bukan hanya soal keberlanjutan media, tapi juga soal kedaulatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Jika perusahaan media harus menutup dan memberhentikan karyawannya, itu akan menjadi masalah bagi pemerintah, bukan?” katanya kepada Pos pada hari Kamis.
Namun, ia juga mengatakan bahwa platform media perlu meningkatkan model bisnis, infrastruktur teknologi, dan model distribusi konten mereka agar selaras dengan tren konsumsi media saat ini.
“Peraturan hak penerbit bukanlah obat yang mujarab. Ini merupakan landasan penting yang perlu didukung oleh hal-hal lain, termasuk inovasi dan kemampuan adaptasi perusahaan media,” tutup Agus.
Source link
1712028251