Mulai 31 Maret hingga 2 April, Prabowo Subianto mengunjungi Tiongkok atas undangan Presiden Xi Jinping, perjalanan luar negeri pertamanya sejak memenangkan pemilihan presiden Indonesia pada bulan Februari. Dalam kunjungan tersebut, Xi Jinping mengucapkan selamat Prabowo mengenai keberhasilan pemilunya dan menyoroti kualitas tinggi kerja sama bilateral kedua negara baru-baru ini, terutama yang dicontohkan oleh proyek-proyek seperti proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Prabowo menyuarakan dukungan penuhnya untuk meningkatkan hubungan Indonesia-Tiongkok, menegaskan komitmennya untuk melanjutkan Kebijakan persahabatan Presiden Joko “Jokowi” Widodo dengan Tiongkok. Dia dibahas kemungkinan memperkuat kerja sama di berbagai bidang seperti ekonomi, perdagangan, keamanan maritim, dan pengentasan kemiskinan. Terlebih lagi,Prabowo diakui Tiongkok sebagai mitra pertahanan utama Indonesia dan menegaskan rencana untuk meningkatkan kerja sama industri pertahanan.
Selain itu,Prabowo menyatakan keinginannya untuk belajar dari pengalaman pemerintahan Partai Komunis Tiongkok dan mengatakan bahwa ia menghargai kontribusi signifikan Tiongkok terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ia juga menegaskan kembali kebijakan satu Tiongkok di Jakarta dan memuji sikap Tiongkok terhadap isu-isu global, termasuk masalah Palestina.
Kunjungan Prabowo menunjukkan sesuatu yang berbeda dari biasanya, karena kepala negara yang baru terpilih, termasuk di Indonesia, biasanya menahan diri untuk melakukan kunjungan ke luar negeri sebelum pelantikan mereka.
Kecepatan Tiongkok dalam menjalin hubungan dengan Prabowo menggarisbawahi keinginan Beijing untuk mendapatkan dukungan dari Jakarta di tengah meningkatnya ketegangan di Laut Cina Selatan. khususnya dengan negara tetangga seperti Filipina. Pertemuan ini, menyusul ucapan selamat diperpanjang yang disampaikan oleh Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia, Lu Kang, segera setelah pemilu tanggal 14 Februari, menunjukkan kepentingan strategis Tiongkok dalam membina hubungan yang kuat dengan kepemimpinan Indonesia yang akan datang.
Ketika Amerika Serikat dan Tiongkok semakin mengintensifkan persaingan mereka untuk mendominasi Asia Tenggara, Beijing memandang Indonesia sebagai pihak yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan kekuatan. Dengan mendorong Prabowo untuk melakukan kunjungan lebih awal, Tiongkok bertujuan untuk memastikan kelanjutan kebijakan Tiongkok terhadap Tiongkok di bawah kepemimpinan Jokowi.
Langkah ini juga berfungsi untuk menekankan hubungan baik Tiongkok dengan negara dengan populasi terbesar di Asia Tenggara, khususnya di masa depan yang signifikan pertemuan puncak trilateral melibatkan Amerika Serikat, Jepang, dan Filipina. Sebaliknya, kunjungan awal Prabowo ke Tiongkok, meski belum menjabat secara resmi, menggarisbawahi peran penting yang akan dimainkan Tiongkok selama masa jabatan lima tahun mendatang.
Kunjungan ini penting karena dua alasan yang saling berkaitan. Pertama, hal ini menunjukkan bahwa Prabowo mengakui Tiongkok sebagai mitra ekonomi strategis, yang mencerminkan komitmennya untuk membina hubungan yang saling menguntungkan di sektor ini. Kedua, hal ini merupakan kelanjutan dari warisan Jokowi, yang menekankan dimensi ekonomi dari agenda kebijakan luar negeri Indonesia, yang kemungkinan juga akan mengatur keterlibatan pemerintahan Prabowo dengan kekuatan luar yang signifikan lainnya.
Tiongkok telah muncul sebagai Mitra dagang dan investasi utama Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, dengan investasi besar yang mencakup berbagai sektor, mulai dari pengolahan nikel hingga proyek infrastruktur berskala besar kereta api Jakarta-Bandung.
Selama kampanye pemilunya, Prabowo memposisikan dirinya sebagai penerus Jokowi yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur. Analis menafsirkan Pilihan Prabowo terhadap Beijing untuk kunjungan perdananya ke luar negeri merupakan langkah strategis untuk mendapatkan wawasan mengenai rencana jangka panjang Tiongkok dan mendorong kolaborasi yang lebih erat selama lima tahun ke depan, dengan fokus khusus pada pemanfaatan investasi Tiongkok untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan agenda pembangunan Indonesia.
Namun, dalam pertemuan antara Prabowo dan Xi, sejumlah isu penting tampaknya belum terselesaikan, terutama terkait ketegangan yang sedang berlangsung di Laut Cina Selatan. Kelalaian ini sangat memprihatinkan mengingat temuan terbaru dari Kajian Strategis dan Pertahanan Indonesia serta Penelitian dan Pengembangan Kompas, menunjukkan bahwa hampir tiga perempat masyarakat Indonesia memandang aktivitas Tiongkok di Laut Cina Selatan sebagai ancaman langsung terhadap kedaulatan Indonesia.
Keengganan Prabowo untuk membicarakan masalah Laut Cina Selatan mengikuti tren yang mengkhawatirkan dalam memprioritaskan keterlibatan ekonomi dibandingkan menjaga keamanan maritim negara. Dengan mengabaikan masalah penting ini, Prabowo tidak hanya gagal mengatasi salah satu tantangan geopolitik yang paling mendesak di kawasan ini, namun juga secara implisit menyetujui hal tersebut. Ambisi teritorial Beijing yang agresif. Meskipun sikapnya yang kuat terhadap masalah ini dalam beberapa tahun terakhirtermasuk selama debat presidenpertemuan ini mengirimkan pesan yang meresahkan bahwa untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dari Tiongkok, Jokowi akan mengikuti langkah tersebut Langkah Jokowi untuk menghindari sikap bermusuhan dari Beijing dalam masalah ini.
Memang benar, pertemuan antara Prabowo dan Xi mencerminkan pola yang lazim terjadi pada masa kepemimpinan Jokowi, di mana isu-isu krusial tidak terselesaikan. Mengabaikan isu-isu penting ini, seperti kekhawatiran seputar investasi Tiongkok di Indonesiaberisiko memperburuk permasalahan yang sudah ada, mulai dari degradasi lingkungan hingga pelanggaran hak-hak buruh.
Kegagalan Prabowo untuk menangani masalah-masalah mendesak ini menimbulkan keraguan terhadap komitmen pemerintah terhadap pemerintahan yang efektif dan melindungi kepentingan warga negaranya.
Dalam menghadapi Tiongkok, pemerintahan Prabowo pertama-tama harus mengakui kekuatan tawar Indonesia yang signifikan dalam hubungannya dengan Tiongkok, khususnya terkait dengan implementasi Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI). Status Indonesia sebagai negara dengan perekonomian terbesar di Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan keanggotaannya dalam G-20 menggarisbawahi kekuatan ekonomi dan signifikansi strategisnya bagi Tiongkok. Prabowo harus memahami pentingnya memahami kondisi dan kepentingan dalam negeri Tiongkok, khususnya terkait dengan hal tersebut BRI, yang dirancang sebagai respons terhadap tantangan ekonomi Tiongkok sendiri. Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk memastikan manfaat bersama dari kerja sama ini sambil menjaga potensi dampak negatifnya.
Kekuatan tawar-menawar ini seharusnya memungkinkan Prabowo menunjukkan ketegasan dalam menyikapi ketegasan Tiongkok di Laut Cina Selatan. Meskipun Tiongkok sering melakukan patroli ilegal di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Respons Indonesia selama ini bersifat pasif, dimana angkatan lautnya hanya memantau dari jarak jauh. Meskipun hubungan bilateral dengan Tiongkok di berbagai sektor membaik, Indonesia tidak boleh mengkompromikan kedaulatannya demi keuntungan ekonomi.
Prabowo juga harus memprioritaskan renegosiasi proyek kerja sama yang sudah ada, terutama yang memiliki potensi jebakan utang. Mencermati perjanjian seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung dan belajar dari pengalaman negara lain dalam melakukan negosiasi ulang dengan Tiongkok dapat membantu memitigasi risiko dan mencegah kerusakan ekonomi lebih lanjut. Selain itu, pemerintah harus mengatasi dampak sosial dan lingkungan yang berasal dari investasi Tiongkok, mendorong tata kelola perusahaan, dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan kepatuhan terhadap standar. Prabowo juga harus fokus pada perlindungan hak-hak pekerja lokal dan menegosiasikan persyaratan kerja yang adil bagi pekerja Tiongkok.
Meskipun kunjungan tersebut mungkin mewakili pentingnya Tiongkok bagi kebijakan luar negeri Prabowo setelah ia mulai menjabat pada bulan Oktober, kunjungan ini tidak boleh ditafsirkan secara sempit sebagai sebuah keberpihakan eksklusif, karena ia dijadwalkan untuk bertemu Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida minggu ini. Kunjungan ke Jepang, yang merupakan sekutu kuat AS, mewakili upaya Prabowo dalam mempertahankan sikap Indonesia yang secara historis tidak selaras.
Source link
1712065253