Penulis: Silvia Jultikasari Febrian dan Nurul Fajri Salsabila*

Hari Perempuan Internasional merupakan momen penting untuk merefleksikan perjuangan perempuan menghadapi budaya patriarki yang masih menghambat pencapaian kesetaraan gender di Indonesia. Meskipun terdapat kemajuan, tantangan besar masih tetap ada dalam membebaskan perempuan dari peran yang terbatas dan stereotip dalam masyarakat. Artikel ini akan menguraikan permasalahan budaya patriarki, melihat sejarah perjuangan feminis Kartini, serta merefleksikan perspektif agama dan hukum terkait kesetaraan gender. Selain itu, akan dibahas upaya konkrit dalam mengatasi belenggu budaya patriarki untuk mendorong terwujudnya kesetaraan gender yang sesungguhnya di Indonesia.

Budaya Patriarki: Hambatan Terbesar terhadap Kesetaraan Gender

Kesetaraan gender merupakan prinsip fundamental yang menegaskan bahwa semua individu, apapun jenis kelaminnya, mempunyai hak yang sama dalam segala aspek kehidupan. Namun demikian, di Indonesia, seperti halnya di banyak negara lain di dunia, budaya patriarki masih menjadi kendala utama dalam mencapai kesetaraan gender yang sesungguhnya. Budaya patriarki merupakan suatu sistem sosial dan budaya dimana laki-laki dianggap mempunyai dominasi, kontrol dan superioritas atas perempuan dalam segala hal. Budaya patriarki masih sangat kuat di Indonesia, tercermin dari ekspektasi perempuan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, memasak dan melakukan pekerjaan rumah tangga. mengasuh anak, sedangkan laki-laki diharapkan bekerja di luar rumah dan menjadi tulang punggung keluarga. Harapan-harapan tersebut seringkali membuat banyak perempuan merasa terkekang dan tidak mampu mengembangkan potensinya di luar peran tradisionalnya sebagai ibu rumah tangga. Mereka seringkali dihadapkan pada pilihan antara karir dan keluarga, karena masih adanya pandangan bahwa perempuan harus mengutamakan perannya sebagai ibu dan istri. Padahal sudah ada kemajuan dalam hal kesetaraan gender, seperti peningkatan akses perempuan terhadap pendidikan dan pekerjaan. , budaya patriarki masih terus berlanjut dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan perempuan. Salah satu contoh nyatanya adalah persoalan kepemimpinan, dimana perempuan seringkali dianggap kurang mampu memimpin karena dianggap terlalu emosional atau bimbang. Faktanya, banyak penelitian yang membuktikan bahwa perempuan memiliki kemampuan kepemimpinan yang sama dengan laki-laki, bahkan terkadang lebih baik dalam beberapa aspek.

Selain itu, dari segi ekonomi, budaya patriarki juga terlihat pada kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan, dimana perempuan seringkali mendapatkan upah yang lebih rendah meskipun memiliki kualifikasi dan pengalaman yang sama dengan laki-laki. Hal ini menunjukkan masih adanya pandangan bahwa perempuan hanya sebatas menjadi pekerja rumah tangga atau pekerja yang tidak terlalu penting, sedangkan laki-laki dianggap lebih layak mendapatkan jabatan dan upah yang lebih tinggi.

Untuk mengatasi budaya patriarki diperlukan upaya yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak. Pemberdayaan perempuan merupakan langkah penting dalam mengatasi hambatan yang mengakibatkan ketidakadilan sosial bagi perempuan. Program pemberdayaan perempuan harus berjalan secara berkesinambungan, optimal, dan didukung oleh dana serta bantuan lain yang diperlukan. Selain itu, kesetaraan gender perlu ditanamkan dan diperjuangkan melalui berbagai gerakan di media sosial dan kalangan pertemanan. Peningkatan pendidikan juga menjadi kunci dalam mengatasi budaya patriarki. Dengan pendidikan inklusif dan berbasis kesetaraan gender, diharapkan generasi muda dapat tumbuh dengan pemahaman yang lebih baik mengenai hak dan peran perempuan dalam masyarakat. Sekolah dan lembaga pendidikan lainnya juga dapat menjadi wadah untuk memperjuangkan kesetaraan gender dan menghilangkan stereotip yang merugikan perempuan.

Selain itu, memperjuangkan ruang partisipasi yang setara bagi perempuan di berbagai bidang kehidupan juga sangat penting. Perlu ada kebijakan yang mendukung perempuan untuk berpartisipasi aktif di berbagai bidang, termasuk politik, ekonomi, dan sosial. Dengan memberikan ruang yang sama bagi perempuan untuk berkembang, diharapkan mereka bisa lebih mandiri dan mempunyai kesempatan yang sama untuk mencapai kesuksesan.

Sejarah Perjuangan Kartini Mengatasi Patriarki

Perjuangan Kartini dalam memperjuangkan kesetaraan gender telah memberikan landasan penting bagi gerakan emansipasi perempuan di Indonesia. Melalui tulisannya, Kartini mengkampanyekan pentingnya pendidikan bagi perempuan dan hak-hak yang harus mereka peroleh. Meski Kartini telah tiada, namun semangat juangnya masih hidup dalam gerakan perempuan modern yang terus melawan budaya patriarki. Raden Ajeng Kartini atau lebih dikenal dengan Kartini lahir pada tahun 1879 di Jepara, Jawa Tengah. Kartini sejak kecil sudah menunjukkan minat dan bakatnya dalam belajar walaupun saat itu pendidikan bagi perempuan masih sangat terbatas. Saat itu, perempuan hanya diperbolehkan belajar di rumah dan hanya sampai jenjang pendidikan dasar.

Meski mengenyam pendidikan formal sebatas, Kartini tetap semangat belajar. Ia memiliki akses terhadap perpustakaan keluarganya yang cukup lengkap, sehingga ia bisa membaca banyak buku dan literatur dari berbagai penulis terkenal pada masanya. Hal ini membuka wawasannya tentang dunia luar lebih luas dan memberinya inspirasi untuk memperjuangkan hak-hak perempuan.

Salah satu hal penting yang diperjuangkan Kartini adalah hak perempuan untuk mendapat pendidikan yang sama dengan laki-laki. Kartini meyakini dengan pendidikan yang baik, perempuan bisa lebih mandiri dan mempunyai kesempatan yang sama untuk berkembang. Oleh karena itu, Kartini aktif memperjuangkan hak-hak perempuan dalam hal pendidikan. Melalui tulisannya, Kartini mengkritik keras adat istiadat yang mengekang perempuan, seperti poligami dan perjodohan yang tidak mempertimbangkan keinginan perempuan. Ia juga menekankan pentingnya perempuan untuk bisa bekerja dan berkontribusi kepada masyarakat, tidak hanya sekedar menjadi ibu rumah tangga. Meski Kartini meninggal dalam usia muda yakni pada tahun 1904, perjuangannya tidak pernah terlupakan. Bahkan pemerintah Indonesia menetapkan tanggal lahirnya, 21 April, sebagai Hari Kartini yang diperingati sebagai hari penghormatan atas jasa-jasanya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan.

Upaya Mengatasi Budaya Patriarki

Untuk mengatasi budaya patriarki di Indonesia, diperlukan upaya konkrit yang melibatkan berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pemberdayaan perempuan merupakan langkah penting untuk mengatasi hambatan yang mengakibatkan ketidakadilan sosial. Program pemberdayaan perempuan harus berjalan secara berkesinambungan, optimal, dan didukung oleh dana serta bantuan lain yang diperlukan. Selain pemberdayaan perempuan, kesetaraan gender juga perlu ditanamkan dan diperjuangkan melalui berbagai gerakan di media sosial dan kalangan silaturahmi. Melalui pendidikan dan kampanye yang tepat, masyarakat dapat menyadari pentingnya kesetaraan gender dan mulai mengubah pola pikir dan perilaku yang diskriminatif terhadap perempuan. Peningkatan pendidikan juga menjadi kunci dalam mengatasi budaya patriarki. Dengan pendidikan inklusif dan berbasis kesetaraan gender, diharapkan generasi muda dapat tumbuh dengan pemahaman yang lebih baik mengenai hak dan peran perempuan dalam masyarakat. Sekolah dan lembaga pendidikan lainnya juga dapat menjadi wadah untuk memperjuangkan kesetaraan gender dan menghilangkan stereotip yang merugikan perempuan.

Selain itu, memperjuangkan ruang partisipasi yang setara bagi perempuan di berbagai bidang kehidupan juga sangat penting. Perlu ada kebijakan yang mendukung perempuan untuk berpartisipasi aktif di berbagai bidang, termasuk politik, ekonomi, dan sosial. Dengan memberikan ruang yang sama bagi perempuan untuk berkembang, diharapkan mereka dapat lebih mandiri dan mempunyai kesempatan yang sama untuk meraih kesuksesan. Dalam upaya mengatasi budaya patriarki, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat sangat penting. Dengan bersatunya tangan, diharapkan budaya patriarki yang masih menghambat tercapainya kesetaraan gender di Indonesia dapat terus dikurangi dan pada akhirnya dihilangkan.

Budaya patriarki bukan merupakan permasalahan yang hanya terjadi di Indonesia, namun juga menjadi tantangan global dalam mencapai kesetaraan gender. Di berbagai negara di dunia, budaya patriarki masih sangat kuat dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan perempuan. Misalnya, di banyak masyarakat, perempuan masih dianggap sebagai “ibu rumah tangga” yang harus bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak, sedangkan laki-laki diharapkan bekerja di luar rumah dan menjadi pencari nafkah keluarga. Peran perempuan dalam politik juga seringkali terbatas, hanya sedikit perempuan yang menduduki posisi kepemimpinan di pemerintahan dan lembaga politik. Hal ini menunjukkan bahwa budaya patriarki masih mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap perempuan dalam hal kepemimpinan dan pengambilan keputusan politik.

Di tingkat internasional, berbagai organisasi dan lembaga telah melakukan upaya untuk mengatasi budaya patriarki dan mendorong kesetaraan gender. Salah satu contohnya adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang telah mengadopsi berbagai konvensi dan deklarasi untuk melindungi hak-hak perempuan dan mendorong kesetaraan gender di seluruh dunia. Contohnya adalah Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang merupakan instrumen hukum internasional utama dalam pemajuan hak-hak perempuan.

Selain itu, berbagai negara telah mengadopsi kebijakan dan program untuk mengatasi budaya patriarki dan memperkuat kesetaraan gender. Misalnya, Swedia dikenal sebagai salah satu negara paling maju dalam hal kesetaraan gender, menerapkan kebijakan seperti cuti ayah yang setara dengan cuti melahirkan, kuota bagi perempuan dalam posisi kepemimpinan, dan program pemberdayaan perempuan yang komprehensif. Di Indonesia, meski terdapat kemajuan dalam hal kesetaraan gender, budaya patriarki masih menjadi kendala utama. Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk belajar dari pengalaman negara lain dalam mengatasi budaya patriarki dan memperkuat kesetaraan gender. Dengan mengadopsi kebijakan dan program yang terbukti efektif di negara lain, Indonesia dapat mempercepat proses menuju kesetaraan gender yang sesungguhnya.

*Nurul Fajri Salsabila merupakan mahasiswi S1 Ilmu Sosial Internasional angkatan 2021 Universitas Islam Indonesia.

Source link
1711949199